Bukalapak

Minggu, 04 Mei 2014

Asal Mula Ikan Duyung

Kategori: Cerita Rakyat

Elemen Budaya: Cerita Rakyat

Provinsi: Sulawesi Tengah

Asal Daerah: Sulawesi tenga

Pada zaman dahulu kala, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri atas Ayah, Ibu, dan tiga orang anak yang masih kecil. Anak paling bungsu masih menyusui.
Suatu hari sang Ayah meminta si Ibu menyimpan ikan yang akan dimakannya sore hari setelah pulang dari kebun. Si Ibu menyimpannya di lemari.
Siangnya anak yang paling kecil merengek minta ikan yang disimpan Ibunya itu. Si Ibu sempat melarang, tetapi ia tidak tega karena si anak terus merengek sampai menangis. Akhirnya si Ibu memberikan ikan tersebut kepada anaknya.
Sorenya, ketika mengetahui ikannya sudah habis, si Ayah marah karena ia sangat lapar setelah seharian bekerja. Ia menganggap istrinya tidak menyimpan makanan itu dengan baik sehingga ketahuan anak mereka. Sepanjang malam ia terus mengomel sehingga membuat istrinya sedih.
Tengah malam, sambil menangis, si Ibu pun berjalan keluar rumah. Ia berjalan menuju laut ketika anaknya sudah tidur.
Pagi harinya, ketiga anak itu mencari-cari si Ibu. Mereka mencari ke semua ruangan, tetapi tak kunjung menemukan Ibu mereka. Akhirnya si sulung mengajak adik-adiknya mencari Ibu mereka di laut.
"Mungkin Ibu ke laut mencari ikan agar Ayah tidak marah lagi" katanya.
Ketiganya berteriak-teriak memanggil Ibunya. Akhirnya, sang Ibu pun muncul dan segera memeluk anaknya. Ia mengambil si kecil dan menyusuinya.
"Setelah ini kalian pulang ya?" kata sang Ibu. Ketiga anaknya mengikuti kata Ibunya karena mereka pikir Ibunya akan segera menyusul pulang.
Sampai larut malam Ibu mereka tidak kunjung tiba. Keesokan harinya, anak-anak ini pergi lagi ke pantai mencari si Ibu. Setelah tiga kali berteriak memanggil, Ibu mereka pun muncul, lalu si Ibu menyusui si bungsu dengan penuh kasih sayang.
Tiba-tiba terjadi keanehan pada tubuh sang Ibu. Kulitnya mulai bersisik seperti ikan. Ketiga anak tersebut terkejut dan menyangkal bahwa itu adalah Ibu mereka.
"Kemarilah nak, biarkan Ibu menyusui adikmu," kata sang Ibu mengiba.
"Maaf, kau bukan Ibu kami. Ibu kami tidak bersisik seperti mu. Kau Cuma mirip dengan Ibu kami," kata anak-anak itu. Lalu mereka kembali menyusuri pantai mencari Ibu mereka.
Sang Ibu sangat sedih mendengar kata-kata anaknya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ditubuhnya kini telah muncul sisik-sisik seperti ikan.
Konon demikianlah asal usul ikan duyung.

Sabtu, 03 Mei 2014

Asal Muasal Kambing

Kategori: Cerita Rakyat

Elemen Budaya: Cerita Rakyat

Provinsi: Jawa Timur

Asal Daerah: Jawa Timur

Pada jaman dahulu kala ada sebuah kerajaan animisme di tanah Jawa. Suatu hari seoranga raja tersebut merasa bosan makanan-makanan yang ada di muka bumi ini, jadi sang raja mengadakan sayembara/perlombaan makanan pertama. Seluruh rakyat disuruh mencarai barang siapa yang dapat menemukan maka sang raja akan memenuhi permintaan, meski belum mengatakan. Tapi tak ada seopranag pun yang dapat menemukan makanan itu. Djoro Soma anak sang raja menjadi resah karena ayahya tidak bersyukur yang diberikan oleh sang Hyang, sang raja memarahi dan membentak makanan yang ada di hadapinya. Lalu Djoro Soma mengikuti perlombaan itu, lalu soma berpamitan ke orang tuanya dan ia pergi dan memperdalam ilmu di padepokan sang guru. Soma 44 hari berlatih di sana.
"Hei anak muda apa alasanmu berguru ke pada saya?" tanya guru.
"Saya berguru kepada Anda karena saya ingin memuasakan hati ayah saya, ayah saya bosan dengan makanan yang ada di dunia ini" jawab Soma.
Lalu guru menunjukan tempat makanan itu, Soma harus ke alam ghaib, di sana ada padang rumput hijau. Soma dibekali oleh guru 2 senjata yaitu golok dan arit.
"Nak, ingatalah arit ini untuk kehidupan dia dan golok untuk mengahiri umurnya" pesan guru.
Lalu Soma dimasukan ke alam lain, disana ia bertemu dengan mahluk bertanduk di kepala, janggut, dan kaki-tanganya dengan wujud menyeramkan dan ia bernama Cokro Inggilamang. Lalu pertempuran dimulai. Soma menyerang lebih dahulu dengan senjata arit. Soma menebaskannya ketubuh dan Cokro lebih kuat. Lalu Soma di serang Cokro dengan tanduk di kepalanya. Soma kesakitan. Lalu ia golok semua hingga tanduk Cokro patah semua. Lalu soma menebaskan lagi goloknya ke leher Cokro dan kepalanya hampir putus. Sebelum Cokro matai cokro mengutuk.
"Soma, kau akan menjadi penerusku dan wujudmu lebih buruk dari aku" kutuk Cokro.
Lalu Cokro mati. Tiba- tiba tubuh Soma menjadi lebih kecil dan badannya membungkuk. Tumbuh ekor, tanduk, jengot, telinga lebar dan serta di mulutnya maju moncong. Guru yang berada di alam nyata berfirasat buruk. Lalu guru menjemput soma. Ia ternyata sudah berwujud hewan bertanduk 4. Guru lalu mengantarkan Soma pulang ke kerajaan. Sang ayah merasa resah karena Soma tidak pulang-pulang.
Ketika guru tiba di kerajaan ia berkata "hei raja saya membawa berita baik dan buruk" jerit guru dari jauh.
"Nama saya guru Ki Ages, sebelumnya maaf kan saya karena saya sudah lancang, saya membawa anak Anda dan makanan" kata sang Guru.
"Mana anaku?" sahut raja.
Lalu guru memperlihatakan binatang itu ke raja hewan. "Apa itu?" tanya raja.
"Ini adalah anakmu, ia yang menginginkan kamu untuk memberi nama dan menyembelihnya" kata guru.
Sang raja memberi nama Wedus, yang berarti temuan anak sang raja. Ia kemudian mengambil rumput dengan arit dan di makankan. Sekejap setelah itu lehernya di potong dengan golok, sungguh ajaib Wedus tersebut jumlahnya menjadi banyak sekali. Untuk menyambut temuan anaknya yang ajaib 1/4 kambing dijadiakn makanan 1/4 untuk diadukan, dan 1/4-nya diternakan. Acara syukuran itu diselenggarakan atas keberhasilan. Sebelum makan-makan kambing diadu dan yang menang di jadikan hewan pilihan. Saat itu lah acara dimulai.
Setelah selesai makan-makan guru mengatakan "oh, sang raja mengapa engkau sungguh tidak menyesali atas keserakahanmu kamu tega memakan anakmu sendiri" kata guru.
Tiba-tiba raja membungkuk dan mengungkapkan penyesalanya di depan kambing jagoan adu yang menggunakan tanduk.
"Aku menyesali atas perbuatanku, ketidak syukuranku dan sikap selalu hura-hura" kata sang raja.
"Andai aku bertemu dengan anaku aku akan bertobat dan meninggalakan semua perbuatan jeleku yang lalu" sesal raja sambil menagis.
Tetesan air matanya jatuh di kepala kambing jagoan tersebut. Tiba-tiba kambing tersebut berubah menjadi Soma. Soma terharu atas penyesalan ayahnya. Ia lalu mengusapkan air mata ayahnya. Kemudian raja memang berubah dan lebih baik. Dapat di artikan bahwa arit hanya untuk kehidupan, yaitu untuk memangakas rumput.
Sedangkan golok untuk memotong dengan cara sembelih. Nama Cokro Inggilamang yang berarti kekuatan ada pada yang paling atas. Biasanya kambing kalau bertengkar atau diadu selalu menggunakan bagaian tubuh yang paling atas yaitu senjata atau tanduk.

Asal-usul Ande-ande Lumut



Kategori: Cerita Rakyat

Elemen Budaya: Cerita Rakyat

Provinsi: Jawa Timur

Asal Daerah: Jatim


Di sebuah desa hiduplah seorang Ksatria bernama Ande-Ande Lumut. Ia sedang mencari pasangan hidup. Ia seorang yang tampan, terkenal baik budi dan bahasanya. Oleh sebab itu, banyak gadis desa yang mengadu nasib untuk menjadi istri Ande-Ande Lumut. Mereka melamar Ande-Ande Lumut sebagai suaminya. Namun, belum ada juga yang pantas untuk dijadikan istri.
Tersebutlah ada kakak beradik yang juga ingin melamar Ande-Ande Lumut. mereka adalah Klenting Merah, Klenting Ungu, dan Klenting Kuning.

Yang pertama berusaha adalah Klenting Merah. Ia berjalan menuju tempat tinggal Ksatria itu. Ketika tiba disungai yang lebar, dalam, dan arus airnya besar, Klenting Merah ditawari oleh tukang rakit yang bernama Yuyu Kangkang untuk membantunya menyeberang. Upah yang dimintanya adalah Klenting Merah harus mau digigit dan dihisap darahnya. Tak pikir panjang, Klenting Merah menyetujuinya. Ketika sampai di rumah Ksatria itu, Ande-ande Lumut menolak lamaran klenting Merah. Ternyata Ande-ande Lumut melihat perubahan Klenting Merah. Ksatria itu tak mau menikah dengan gadis yang mudah mengorbankan kesuciannya. Klenting Merah pun pulang dengan hati kecewa.

Berikutnya adalah Klenting Ungu. Ia pun setuju saja pada kemauan Yuyu Kangkang. Ande-ande Lumut pun menolak lamaran Klenting Ungu. Selanjutnya giliran Klenting Kuning yang berangkat mengadu nasib dengan dua saudaranya. Klenting Kuning menolak kemauan Yuyu Kangkang. Bahkan, Klenting Kuning berkelahi dan akhirnya berhasil menyingkirkan Yuyu Kangkang. Ia tak mau kehormatan dan kesucian dirinya dinodai. Ketika sampai dirumah Ande-ande Lumut dan melamarnya, Ande-ande Lumut pun bersedia untuk menjadi suami Klenting Kuning. Mereka pun menikah dan hidup bahagia sampai akhir hayatnya.

Jumat, 21 Februari 2014

Asal Usul Nama Palembang

Asal Usul Nama Palembang - Pada zaman dahulu, daerah Sumatra Selatan dan sebagian Provinsi Jambi berupa hutan belantara yang unik dan indah. Puluhan sungai besar dan kecil yang berasal dari Bukit Barisan, pegunungan sekitar Gunung Dempo, dan Danau Ranau mengalir di wilayah itu. Maka, wilayah itu dikenal dengan nama Batanghari Sembilan. Sungai besar yang mengalir di wilayah itu di antaranya Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Ogan, Sungai Rawas, dan beberapa sungai yang bermuara di Sungai Musi. Ada dua Sungai Musi yang bermuara di laut di daerah yang terdekat, yaitu Sungai Musi yang melalui Palembang dan Sungai Musi Banyuasin agak di sebelah utara.

Karena banyak sungai besar, dataran rendah yang melingkar dari daerah Jambi, Sumatra Selatan, sampai Provinsi Lampung merupakan daerah yang banyak memiliki danau kecil. Asal mula danau-danau kecil itu adalah rawa yang digenangi air laut saat pasang. Sedangkan kota Palembang yang dikenal sekarang menurut sejarah adalah sebuah pulau di Sungai Melayu. Pulau kecil itu berupa bukit yang diberi nama Bukit Seguntang Mahameru.

Keunikan tempat itu selain hutan rimbanya yang lebat dan banyaknya danau-danau kecil, dan aneka bunga yang tumbuh subur, sepanjang wilayah itu dihuni oleh seorang dewi bersama dayang-dayangnya. Dewi itu disebut Putri Kahyangan. Sebenarnya, dia bernama Putri Ayu Sundari. Dewi dan dayang-dayangnya itu mendiami hutan raya, lereng, dan puncak Bukit Barisan serta kepulauan yang sekarang dikenal dengan Malaysia. Mereka gemar datang ke daerah Batanghari Sembilan untuk bercengkerama dan mandi di danau, sungai yang jernih, atau pantai yang luas, landai, dan panjang.

Karena banyaknya sungai yang bermuara ke laut, maka pada zaman itu para browser mudah masuk melalui sungai-sungai itu sampai ke dalam, bahkan sampai ke kaki pegunungan, yang ternyata daerah itu subur dan makmur. Maka terjadilah komunikasi antara para pedagang termasuk pedagang dari Cina dengan penduduk setempat. Daerah itu menjadi ramai oleh perdagangan antara penduduk setempat dengan pedagang. Akibatnya, dewi-dewi dari kahyangan merasa terganggu dan mencari tempat lain.

Sementara itu, orang-orang banyak datang di sekitar Sungai Musi untuk membuat rumah di sana. Karena Sumatra Selatan merupakan dataran rendah yang berawa, maka penduduknya membuat rumah yang disebut dengan rakit.

Saat itu Bukit Seguntang Mahameru menjadi pusat perhatian manusia karena tanahnya yang subur dan aneka bunga tubuh di daerah itu. Sungai Melayu tempat Bukit Seguntang Mahameru berada juga menjadi terkenal.

Oleh karena itu, orang yang telah bermukim di Sungai Melayu, terutama penduduk kota Palembang, sekarang menamakan diri sebagai penduduk Sungai Melayu, yang kemudian berubah menjadi penduduk Melayu.

Menurut bahasa Melayu tua, kata lembang berarti dataran rendah yang banyak digenangi air, kadang tenggelam kadang kering. Jadi, penduduk dataran tinggi yang hendak ke Palembang sering mengatakan akan ke Lembang. Begitu juga para pendatang yang masuk ke Sungai Musi mengatakan akan ke Lembang.

Alkisah ketika Putri Ayu Sundari dan pengiringnya masih berada di Bukit Seguntang Mahameru, ada sebuah kapal yang mengalami kecelakaan di pantai Sumatra Selatan. Tiga orang kakak beradik itu adalah putra raja Iskandar Zulkarnain. Mereka selamat dari kecelakaan dan terdampar di Bukit Seguntang Mahameru.

Mereka disambut Putri Ayu Sundari. Putra tertua Raja Iskandar Zulkarnain, sang sapurba kemudian menikah dengan Putri Ayu Sundari dan kedua saudaranya menikah dengan keluarga putri itu.

Karena Bukit Seguntang Mahameru berdiam di Sungai Melayu, maka sang sapurba dan istrinya mengaku sebagai orang Melayu. Anak cucu mereka kemudian berkembang dan ikut kegiatan di daerah Lembang. Nama Lembang semakin terkenal. Kemudian ketika orang hendak ke Lembang selalu mengatakan akan ke Palembang. Kata pa dalam bahasa Melayu tua menunjukkan daerah atau lokasi. Pertumbuhan ekonomi semakin banyak. Sungai Musi dan Sungai Musi Banyuasin menjadi jalur perdagangan kuat terkenal sampai ke negara lain. Nama Lembang pun berubah menjadi Palembang